Selain masuknya nama-nama yang dinilai tak memenuhi persyaratan, juga masuk orang BIN aktif

Misalnya, menurut Ahmad Bagdja,
keberadaan dua wakil Rais Aam dan dua wakil ketua umum. Menurutnya,
sesuai AD/ART kedua jabatan itu masing-masing hanya diisi satu orang.
"Memang tidak tegas disebutkan
hanya satu wakil, tapi juga tidak disebut beberapa. Hanya disebut rais
aam, wakil rais aam, dan beberapa rais," kata Ahmad di Jakarta, Kamis
(15/4).
"Tapi
sebagai anggota komisi organisasi di muktamar lalu, saya faham maksudnya
itu satu wakil," Ahmad menambahkan.
Dalam susunan kepengurusan PBNU hasil tim formatur, posisi
wakil rais aam diisi Kiai Haji Musthofa Bisri (Gus Mus) dan KH Hasyim
Muzadi. Sementara posisi wakil ketua umum PBNU diisi As`ad Said Ali,
yang saat ini masih pejabat aktif wakil kepala Badan Intelijen Negara,
dan Slamet Effendy Yusuf, mantan politisi Golkar yang pernah dua kali
menjabat ketua umum GP Ansor.
Menurut Bagdja, Rais Aam KH Sahal Mahfudz dan Ketua Umum
PBNU KH Said Aqil Siroj yang menjadi tim formatur bersama lima
perwakilan Pengurus Wilayah NU semestinya tetap mengacu AD/ART dalam
menyusun kepengurusan PBNU baru. "Rais aam dan ketua umum PBNU tidak
berada diatas AD/ART tapi harus tunduk pada AD/ART," katanya.
Ketidaksesuaian dengan AD/ART
juga terlihat pada masuknya nama-nama dalam kepengurusan yang sebenarnya
tidak memenuhi persyaratan, yakni harus pernah aktif di jajaran
struktural, seperti PBNU dan PWNU, badan otonom, atau lembaga.
"Bahkan, sebagian nama-nama yang
masuk dalam kepengurusan PBNU tidak dikenal," katanya.
Belum lagi, lanjut Bagdja, banyak
aspirasi muktamar yang tidak tercermin di dalam susunan kepengurusan
PBNU olahan tim formatur tersebut.
"Supremasi ulama yang akan memimpin NU tidak tercermin
dalam susunan itu, bahkan ada kiai yang ditolak formatur," katanya.
Baca juga yang ini :
- Kongres Mahasiswa Hidayatullah ke-I Digelar
- Muhammadiyah Dukung Hukuman Mati bagi Koruptor

Beri Komentar