KESEIMBANGAN IBADAH DAN MUAMALAH

Sekarang ini ada dikotomi yang cukup tajam antara ibadah dan muamalah. Padahal keduanya seharusnya menjadi satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan dan perbedaan. Seorang yang dekat kepada Allah dengan ibadah yang dilakukan seharusnya juga memberikan inspirasi atau dorongan untuk juga berbuat baik dengan masyarakat sekitar atau sesama manusia dengan muamalah yang intens.

Namun dalam realita kehidupan di masyarakat ada kesenjangan yang cukup tajam. Ada orang yang terlihat secara dhohir ahli ibadah tapi muamalahnya terkesan sombong, cuek dan tidak peduli terhadap sesamanya. Kemudian ada orang sangat jiwa sosial, profesional dan peduli dengan sesama tapi ibadahnya masih meragukan dalam kesehariannya.

Mungkin sebagian orang menganggap itu kasuistik yang tapi ini menimbulkan keresahan dan pertanyaan untuk meretasnya. Sebab bagi masyarakat awwam atau umum akan mengalami kebingungan dalam menjalankan keislaman dan keimanan ini. Mereka cenderung meihat yang nampak atau di permukaannya saja yaitu pemeluk dan penganut agama Islam.

Sosok ideal yang menjadi baromater kita umat Islam adalah Rasulullah. Beliau sebagai pribadi yang sempurna dalam beribadah dan muamalah. Nyaris tidak ada cela beliau dalam beribadah hingga kaki bengkak dan mata bercucuran air mata. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bermuamalah juga tidak ada duanya dengan siapapun beliau berinteraksi.

Langkah awal yang harus ditempuh adalah tidak saling menyalahkan antara orang yang sudah merasakan nikmatnya beribadah dan orang yang sudah intens untuk berusaha bermuamalah dengan baik. Sebab perdebatan dua sisi ini, tidak akan ada ujungnya dan tidak banyak manfaatnya untuk mengklaim urgensinya masing-masing. Sikap saling menyalahkan atau merendahkan akan semakin membuat kesenjangan semakin tajam dan semakin keduanya terjebak dalam kesalahan.

Langkah kedua, berusaha saling menyempurnakan. Orang yang sudah merasa atau dianggap ahli ibadah harus berusaha belajar dan berlatih untuk bermuamalah di masyarakat dengan baik. Karena itu bagian dari ibadah dan memang bernilai ibadah, sebab ada pekerjaan yang kelihatan amalan dunia tapi bernilai ibadah. Kemudian sulit sekali dan berat bisa beribadah dengan khusyu' disaat hubungan dengan tetangga dan saudara tidak baik, pekerjaan tidak selesai-selesai atau terbengkalai.

Sebaliknya, orang yang dalam bermuamalah sudah bagus, pekerjaan dan skill juga sudah profesional maka harus menyempurnakan dengan ibadah yang lebih baik. Ibadah adalah tujuan dasar dari manusia dan jin diciptakan di muka bumi ini. Meskipun muamalah juga bagian dari ibadah tapi ibadah formal yang diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah juga harus dilaksanakan dengan baik.

Langkah ketiga sinergi dan internalisasi antara ibadah dan muamalah. Keduanya adalah satu kesatuan yang tidak boleh terpisahkan dalam diri seorang muslim. Seorang ahli ibadah dengan shalat malam dan baca al-Qur'annya tidak dibenarkan bermalas-malasan di masjid, sebagaimana Umar bin Khattab mengusir orang-orang yang setelah waktu dhuha masih asyik di masjid dan tidak melaksanakan kewajibannya mencari nafkah.

Demikian juga orang yang terlalu asyik dengan muamalahnya juga akan mengalami kegersangan dalam hati dan pikirannya karena sentuhan spritual minim dengan kurangnya beribadah. Sebagaimana orang-oranag modern di Jepang dan Korea yang akan kematian bunuh diri meningkat tajam karena keringnya jiwa dan hati. Padahal mereka adalah orang-orang terdidik dan pekerja profesional. Wallahu a'alam bish shawwab

 




Baca juga yang ini :

- IBU ENERGIK
- ANAK MUDA LANGKA
- SABAR LIMA MENIT
- KELUH KESAH MANUSIA
- IMAN DAN SISTEM SOSIAL


Komentar

Beri Komentar
Nama :
Website :
    Ex: www.stishidayatullah.ac.id (tanpa http://)
Komentar :
   
    (Masukan 6 digit kode diatas)
   
Cari





Copyright © 2010 by STIS Hidayatullah Balikpapan. Desain by Imran Kali Jaka All Rights Reserved.
e-mail : [email protected] | [email protected]