PAHLAWAN KESIANGAN

Pahlawan adalah orang yang berjasa atas pengorbanan yang telah diberikan kepada bangsa ini. Saat ini, arti pahlawan tidak memiliki definisi tunggal sehingga banyak orang mengklaim diri sebagai pahlawan, atau dengan mudahnya memberikan gelar kepahlawanan.

Pahlawan sejati tidak mengejar gelar pahlawan. Terlalu naif dan kecil sebuah gelar, seandainya mereka masih hidup maka akan campakan gelar kepahlawanan yang sering kali membuat perdebatan di kalangan yang tidak tahu hakekat perjuangan. Mungkin mereka juga akan tertawa dan malu melihat generasi penerus bangsa yang sibuk dengan menentukan siapa yang layak menjadi pahlawan.

Pahlawan berjasa artinya memiliki peran dan memberikan kontribusi nyata bagi kemerdekaan dan kemajuan pembangunan bangsa ini. Perannya bukan hanya sebagai peran pembantu atau figuran, oportunis tapi menjadi peran utama. Mereka bukan juga hanya berteriak lantang di belakang tapi maju ke barisan depan perjuangan. Kontribusi juga bukan basa-basi dan setengah-setengah tapi bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakat banyak.

Pengorbanan para pahlawan bukan hanya waktu, tenaga dan harta tapi nyawa yang hanya satu rela mereka kurbankan. Bukan hanya tetesan keringat tapi darahpun dikucurkan untuk bumi tercinta. Pengorbanan yang tidak berharap imbalan apapun, mereka tidak berfikir u untuk mendapatkan gelar pahlawan.

Kepahlawanan adalah pengorbanan dengan memberi yang terbaik untuk bangsa. Mereka berjuang bukan untuk mendapatkan sesuatu status, jabatan, gelar, fasilitas, tunjangan, insentif ataupun namanya yang sekarang ini ramai orang mencarinya. Intinya adalah memberi dan memberi bukan hendak mencari sesuatu.

Bangsawan, negarawan, politikus hari ini, sangat langka untuk dikatakan tidak ada yang berhak gelar pahlawan. Selain belum meninggal juga belum meninggalkan karya yang riil untuk bangsa ini. Peninggalan mereka adalah kegaduhan politik, tumpang tindihnya permasalahan hukum, ketidakadilan hukum dan ketidakmerataan ekonomi rakyat.

Mereka berjuang atas nama rakyat, saat belum menjadi wakil rakyat. Bukan rakyat yang mereka wakili tapi partai dan kepentingannya. Keluarga dan kerabat saudaranya. Janji manis tinggal kepahitan yang dirasakan oleh para pemilih karena gigit jari.

Kekuasaan selalu menjadi orientasi dalam benaknya. Harus menjadi ini dan itu, menjabat sana dan sini. Pengorbanan yang mereka berikan penuh dengan tendensi dan inters ekonomi dan kekuasaan. Mereka rela berkurban mengeluarkan uang milyaran rupiah untuk menjadi pejabat atau caleg tapi sambil berharap untuk bisa mendapatkan yang lebih banyak atau minimal bisa kembali modal.

Pembagian kue-kue pembangunan menjadi agenda terselubung di balik meja-meja dinas mereka. Penyunatan anggaran negara sudah menjadi tradisi dan sistem yang menggurita dari atas hingga kelurahan. Mafia anggaran dengan pemerasan oleh orang-orang yang dianggap terhormat.

Pahlawan kesiangan yang tidak sejarah perjuangan. Mereka hanya menikmati hasil perjuangan orang lain dan pendahulu. Tiba-tiba muncul tanpa diketahui dari mana rimbanya, lalu berteriak "akulah orang yang paling berjasa." Pahlawan selalu hadir dalam keterbatasan dan jauh dari pujian ataupun tunjangan.

Pahlawan kesiangan selalu menjadi bahan tertawaan oleh zaman. Negeri ini tidak memerlukan orang-orang yang haus gelar kepahlawanan. Yang pandai menuntut dan menggugat bangsa tanpa ada bukti dan saksi yang menyertai. Hari sudah siang dan terang benderang, sangat jelas siapa pahlawan dan siapa pecundang bangsa ini? Wallahu a'lam bish shawwab.

 

 




Baca juga yang ini :

- DAMPAK KOMUNIKASI ORTU KE ANAK
- SUAMI ISTRI, BICARALAH!
- KOMUNIKASI SUAMI ISTRI (2)
- KOMUNIKASI SUAMI ISTRI
- HARAPAN BESAR DAN HARAPAN KECIL


Komentar

Beri Komentar
Nama :
Website :
    Ex: www.stishidayatullah.ac.id (tanpa http://)
Komentar :
   
    (Masukan 6 digit kode diatas)
   
Cari





Copyright © 2010 by STIS Hidayatullah Balikpapan. Desain by Imran Kali Jaka All Rights Reserved.
e-mail : [email protected] | [email protected]